Sekda Kalteng: Tindak Tegas Pelaku Pembakaran Lahan
PALANGKA RAYA – BIRO PKP. Provinsi Kalimantan Tengah merupakan wilayah yang dianugerahi kondisi alam yang relatif aman dari bencana besar. Wilayah Kalimantan Tengah tidak memiliki potensi bencana alam seperti gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor dan jauh dari dampak tsunami.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Fahrizal Fitri mengemukakan hal itu saat membuka “Pelatihan Teknis Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2019” yang diselenggarakan oleh Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Provinsi Kalimantan Tengah di Palangka Raya, Rabu sore (24/7/2019).
Namun Fahrizal Fitri tidak memungkiri, meski wilayah Kalteng termasuk kategori area yang aman dari bencana besar, permasalahan utama bencana yang masih dirasakan adalah bencana kebakaran hutan dan lahan. “Tahun 2015 merupakan puncak bencana kebakaran hutan dan lahan yang luar biasa menyebabkan kabut asap parah, dengan dampaknya yang buruk dan berpengaruh pada terganggunya kesehatan masyarakat, terganggunya aktivitas masyarakat, transportasi darat dan udara mengalami gangguan”, ungkapnya.
Pemerintah pusat dalam menanggulangi bencana kebakaran di Kalteng saat ini telah menetapkan berbagai kebijakan dengan melibatkan dan mengerahkan TNI – POLRI. “Kita mendapat bantuan 3 helikopter waterbombin yang sangat membantu sekali dan ditempatkan di Bandara Tjilik Riwut”, ujar Fahrizal saat diwawancara awak media.
Pemprov Kalteng juga sempat melakukan penyusuran di area kebakaran hutan dan lahan melalui udara. ”Yang dikhawatirkan adalah unsur kesengajaan. Karena itu kita menghimbau kepada masyarakat agar tidak membuka lahan dengan membakar. Pihak Kepolisian terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat di daerah dan akan melakukan penindakan kepada pihak pelanggar. Kami tidak ingin masyarakat berurusan dengan hukum”, ungkapnya dengan tegas.
Fahrizal Fitri juga mengungkapkan bahwa risiko bencana lain yang kerap dihadapi masyarakat Kalimantan Tengah adalah banjir yang merupakan bencana tahunan di saat debit air hujan yang besar sehingga terjadi kelimpahan air. Salah satunya adalah banjir yang diakibatkan oleh abrasi, terutama daerah-daerah pinggiran pantai. Masalah bencana banjir ini tetap menjadi tanggung jawab bersama pemerintah danmasyarakatnya meskipu masih berskala kecil.
Hal yang perlu dan sangat penting diindentifikasi adalah pemetaan wilayah rawan bencana. Penanganan bencana memerlukan penanggulangan, rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap kejadian bencana. “Kebencanaan dapat menimbulkan dampak bagi kehidupan masyarakat, seperti kemiskinan baru, merusak infrastruktur dan bangunan milik masyarakat, diindentifikasi mampu melumpuhkan sektor pertanian, pertambangan, perdagangan dan industri, pariwisata maupun sektor unggulan ekonomi Kalteng lainnya”, imbuhnya.
Setelah fase bantuan kemanusiaan berakhir, maka upaya pemulihan segera dilakukan yakni melalui langkah-langkah Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana yang akan menjadi dasar rencana aksi kegiatan pemulihan pasca bencana. Tujuannya untuk mengurangi dampak maupun akibat kerusakan dan kerugian pasca bencana yang disertai upaya rehabilitasi dan rekonstruksi dengan perencanaan yang baik.
Sementara itu Plt. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalimantan Tengah Mofit Saptono Subagio menjelaskan, helikopter waterbombing yang ditempatkan di Bandara Tjiliuk Riwut itu dapat diterbangkan apabila mendapat laporan berupa indikator-indikator yang aksesnya tidak bisa dijangkau melalui jalur darat, baik dengan jalan kaki, kendaraan roda 2 maupun roda 4. Kemudian peristiwa kebakaran telah meluas dan api membesar, di mana sumber air tidak memadai atau terletak jauh dari titik api kebakaran.
Beberapa indikator itu yang membuat tim harus menerbangkan helikopter waterbombing tersebut. “Flight pertama 27 kali rilis dikali 4000 liter. Pada tanggal 23 Juli telah melakukan 37 kali rilis dikali 4000 liter. Tanggal 24 Juli sudah 39 kali rilis dikali 4000 liter. Sejumlah itulah yang telah dibomber di titik koordinat Tanjung Taruna dan Tumbang Nusa”, beber Mofit Saptono Subagio.
Berdasarkan data terakhir selama bulan Juli 2019 ini, secara gamblang Mofit Saptono mengungkapkan bahwa area yang paling banyak terjadi kebakaran adalah wilayah Palangka Raya. “Data per 23 Juli menyebutkan total telah terjadi 251 kali peristiwa kebakaran. Dari total tersebut, 129 kali di Palangka Raya, 33 kali di Kotawaringin Timur, 22 kali di Kotawaringin Barat, 21 kali di Pulang Pisau, 12 kali di Barito Utara, dan sisanya di kabupaten lainnya. Luasan area kebakaran per 23 Juli 2019 adalah 567,1 hektar meliputi wilayah Palangka Raya 205,92 hektar, Pulang Pisau 158,59 hektar, Kotawaringin Timur 86,48 hektar, Lamandau 16,87 hektar, Kotawaringin Barat 45,00 hektar, Barito Utara 16,72 hektar, dan Kabupaten Barito Selatan 12,23 hektar”, ujar Mofit merincikan.
Tim Komunikasi Publik Biro PKP Setda Provinsi Kalimantan Tengah