Sekda Kalteng: Pengelolaan SDA Perlu Sumbangan Pemikiran dan Kompetensi

Sekda Kalteng: Pengelolaan SDA Perlu Sumbangan Pemikiran dan Kompetensi

Share

Palangka Raya – Biro PKP. Komite Perdamaian Dunia pada bulan Desember 2018 menobatkan Kalimantan Tengah menjadi Ibukota Paru-Paru Dunia. "Gelar ini membanggakan sekaligus merupakan pembuktian betapa kayanya kita dengan hutan dan sumber daya alamnya. Karena perhatian tertuju kepada kita yang masih punya hutan, namun juga membawa tanggungjawab besar untuk memenuhi harapan tersebut”, jelas Sekda Kalteng Fahrizal Fitri dalam sambutannya disampaikan Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakat dan SDM Yuel Tanggara pada Lokakarya Penyusunan Rencana Kerja Kelompok Kerja Inisiasi Penetapan Kawasan Ekosistem Esensial, Koridor Perlindungan Satwa Liar dan Keanekaragaman Hayati Katingan-Kahayan di Hotel Aquarius Palangka Raya, Selasa (07/05/2019).

          Dijelaskan, globalisasi menghadirkan tantangan persaingan dan pengendalian komoditas disamping persaingan sumber daya manusia. Sementara itu perubahan iklim membuat semua pihak juga harus berhati-hati dalam melaksanakan pembangunan bersamaan dengan mitigasi yang perlu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. “Di satu sisi kita masih berjuang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun di sisi lain kita punya tanggungjawab besar dalam mengelola hutan”, ujar Sekda.

          Hutan di provinsi Kalimantan Tengah masih luas dan sebagian besar masih dikelolka oleh perusahaan untuk produksi kayu. Sebagian masyarakat juga masih memanfaatkan sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. “Tantangan ke depan adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya hutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat, sambil tetap menjaga fungsi ekologinya”, beber Sekda.

          Tantangan besar tersebut memerlukan sumbangan pemikiran dan kompetensi dari berbagai pihak yang berkepentingan sehingga sangat tepat Gubernur menerbitkan Keputusan untuk membentuk Kelompok Kerja Penetapan Kawasan Ekosistem Esensial Katingan – Kahayan, mengingat kawasan tersebut masih memiliki tutupan hutan yang menghubungkan hutan di bagian hilir dengan hutan di bagian hulu. “Keputusan ini dibuat berdasarkan pertimbangan bahwa di Kalimantan Tengah masih terdapat banyak kawasan ekosistem penting yang memerlukan pengelolaan secara kolaboratif dan berkelanjutan”, terang Sekda.

          Undang-Undang Nomor : 23 tahun 2014 juga mengamanatkan bila diperlukan bisa dibentuk Kelompok Kerja Inisiasi Penetapan Kawasan Ekosistem Esensial di luar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Disebutkan, pemerintah memiliki mandat melakukan pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya termasuk perlindungan terhadap kawasan ekosistem esensial.

          Fahrizal Fitri menilai Lokakarya Penyusunan Pokja Inisiasi tersebut penting bagi tindaklanjut penerbitan Surat Keputusan Kelompok Kerja Penetapatan Norma, Standart, Kriteria dan Prosedur untuk kawasan perlindungan dan jenis pengelolaan kawasan ekosistem esensial. "Kita mengharapkan Lokakarya ini memastikan informasi dan rencana kerja disosialisasikan kepada masyarakat sehingga Kelompok Kerja itu nanti bisa berjalan dengan efektif dan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang akan menjadi model pengelolaan kawasan hutan sehingga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya sambil menjaga fungsi-fungsi lingkungan untuk kita semua," ujarnya..

 Namun perlu disyukuri bahwa persentase penduduk miskin di Kalimantan Tengah tahun 2018 hanya 5,17 %, sedangkan tingkat nasional 9,82 %. Indeks Pembangunan Manusia tahun 2017 Kalimantan Tengah pada posisi 69,79 dan di tingkat nasional 70,81. “Jadi masih perlu upaya untuk meningkatkan pembangunan manusia kita”, tegas Fahrizal Fitri.

TIm Komunikasi Publik Biro PKP Setda Provinsi Kalimantan Tengah


Share