Badan POM Terbitkan Persetujuan Penggunaan Darurat Pertama untuk Vaksin COVID-19 Sinovac
Pemerintah terus melakukan berbagai upaya dalam rangka percepatan penanganan pandemi COVID-19 ini, di mana salah satu yang akan segera dilaksanakan yaitu program vaksinasi. Saat ini Pemerintah pun telah melaksanakan pengadaan vaksin Coronavac, yang diproduksi oleh Sinovac Biotech Inc. dan didaftarkan di Indonesia oleh PT Bio Farma. Meski demikian, vaksin tersebut baru dapat digunakan setelah mendapatkan izin keamanan Emergency Use Authorization (EUA) atau Persetujuan Pengunaan dalam Kondisi Darurat dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM).
Pada Senin, 11 Januari 2021, Badan POM secara resmi menerbitkan Persetujuan Pengunaan dalam Kondisi Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk Vaksin COVID-19 produksi Sinovac tersebut. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Badan POM Penny K. Lukito dalam konferensi pers yang digelar di Aula Kantor Badan POM, Jakarta.
“Pada hari ini, Senin, tanggal 11 Januari 2021, Badan POM memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergensi (Emergency Use Authorization/EUA) untuk vaksin COVID-19 yang pertama kali kepada vaksin CoronaVac, produksi Sinovac Biotech Inc. yang bekerja sama dengan PT. Bio Farma,” tegas Kepala Badan POM Penny K. Lukito.
Pengambilan keputusan itu sendiri didasarkan pada rekomendasi yang diterima oleh Badan POM berupa hasil pembahasan yang dirumuskan dalam rapat pleno dari Anggota Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat, Tim Ahli dalam bidang Imunologi, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Ahli Epidemiologi pada tanggal 10 Januari 2021. Pengambilan keputusan ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi yang komprehensif terhadap data dukung dan bukti ilmiah yang menunjang aspek keamanan, khasiat, dan mutu vaksin.
Disampaikan pula oleh Kepala Badan POM bahwa penerapan EUA ini dilakukan oleh semua otoritas regulatori obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemi COVID-19 ini. “Secara internasional, kebijakan EUA ini selaras dengan panduan WHO, yang menyebutkan bahwa EUA dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria," ungkapnya.
Adapun kriteria-kriteria tersebut, yaitu: Pertama, telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh Pemerintah. Kedua, terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan khasiat dari obat (termasuk vaksin), untuk dapat mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit/keadaan yang serius dan mengancam jiwa, berdasarkan data non-klinik, klinik, dan pedoman penatalaksanaan penyakit terkait. Ketiga, obat (termasuk vaksin) memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dan cara pembuatan obat yang baik. Keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dari risiko (risk-benefit analysis), didasarkan pada kajian data non-klinik dan klinik obat untuk indikasi yang diajukan. Terakhir, belum ada alternatif pengobatan/penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosa, pencegahan atau pengobatan penyakit penyebab kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.
Dalam pengembangan vaksin Coronavac produksi oleh Sinovac Biotech ini, uji klinik fase 3 dilakukan di beberapa negara, termasuk Indonesia, Brazil, dan Turki. Kepala Badan POM mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil evaluasi data keamanan vaksin Coronavac yang diperoleh dari studi klinik fase 3, dengan pemantauan sampai periode 3 bulan setelah penyuntikan dosis yang ke 2, secara keseluruhan menunjukkan vaksin Coronavac aman.
“Hasil evaluasi menunjukkan Coronavac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan dan pembengkakan. Selain itu, terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot), fatigue (kelelahan), dan demam,” tutur Kepala Badan POM sembari menjelaskan efek samping tersebut bukan merupakan efek samping berbahaya dan dapat pulih kembali.
Kepala Badan POM selanjutnya mengungkapkan bahwa Vaksin CoronaVac telah menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi di dalam tubuh dan juga kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas), dilihat mulai dari uji klinik fase 1 dan 2 di Tiongkok dengan periode pemantauan sampai 6 bulan. “Pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik. Sampai 3 bulan, jumlah subjek yang memiliki antibodi masih tinggi, yaitu sebesar 99,23%,” jelasnya.
Selain itu, hasil analisis terhadap efikasi vaksin CoronaVac dari uji klinik di Bandung menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3%, sementara di Turki adalah sebesar 91,25% dan di Brazil sebesar 78%. Hasil tersebut telah memenuhi persyaratan WHO dengan minimal efikasi vaksin adalah 50%. “Efikasi vaksin sebesar 65,3% dari hasil uji klinik di Bandung tersebut menunjukkan harapan bahwa vaksin ini mampu untuk menurunkan kejadian penyakit COVID-19 hingga 65,3%,” ujar Kepala Badan POM.
Untuk menjamin mutu vaksin, Badan POM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin, mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan, hingga produk jadi vaksin, sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional. Pada akhir Oktober 2020, telah dilakukan inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac, yaitu fasilitas Sinovac Life-Science di Beijing, untuk memastikan proses pembuatan vaksin memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), sehingga dapat dipastikan konsistensi mutu dari vaksin tersebut. Badan POM melalui Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (P3OMN) juga telah melakukan pemastian mutu setiap bets yang akan digunakan dengan melakukan pengujian, dalam rangka pelulusan bets atau Lot Release.
Berdasarkan data-data tersebut di atas dan mengacu kepada panduan dari WHO dalam pemberian persetujuan EUA untuk vaksin COVID-19 (Considerations for Evaluation of COVID-19 Vaccines), yaitu memiliki minimal data hasil pemantauan keamanan dan khasiat/efikasi selama 3 bulan pada uji klinik fase 3, dengan efikasi vaksin minimal 50%, maka Vaksin CoronaVac ini memenuhi persyaratan untuk dapat diberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergensi (Emergency Use Authorization).
Lebih lanjut, ditegaskan bahwa Badan POM senantiasa mengedepankan kehati-hatian, integritas dan independensi, serta tranparansi dalam pengambilan keputusan pemberian EUA ini, dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat. Sebagai Otoritas Regulatori Obat, Badan POM secara rutin diaudit oleh WHO, dan telah mendapatkan pengakuan sebagai salah satu Otoritas Regulatori Obat yang memiliki tingkat maturitas tinggi (maturity level 3-4).
Pemberian persetujuan EUA ini diharapkan dapat mendukung upaya Pemerintah dalam percepatan penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. “Mari kita dukung program vaksinasi COVID-19, karena keberhasilan penanganan COVID-19 ini merupakan keberhasilan kita bersama sebagai Bangsa.” tutup Kepala Badan POM.
Sumber: Siaran Pers Badan POM RI